Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

 


A.      Kesimpulan mengenai mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, restitusi, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, dan Visi Guru Penggerak. 

               Bapak Pendidikan Indonesia,  Ki Hajar Dewantara  mengatakan bahwa guru memiliki tiga peran, yaitu di depan memberi teladan (ing ngarso sung tulodo), di tengah membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan di belakang memberikan dukungan moral (tut wuri handayani). Begitupula dengan peran saya sebagai guru dalam menciptakan budaya positif di sekolah.

(1)  Ing ngarso sung tulodo

Kompetensi yang paling mendasar untuk mengukur dan menilai seorang guru agar yang layak di teladani adalah dengan dimilikinya kompetensi kepribadian oleh setiap guru karena kompetensi tersebut adalah ukuran utama (the main measure) untuk melihat dan menilai sejauh mana guru disebut sebagai teladan bagi siswa. Dalam rangka menciptakan budaya positif, maka hendaknya guru terlebih dahulu berbudaya positif. Untuk menjadi insan yang berbudaya positif, langah pertama yang dapat diambil adalah dengan mengubah kerangka acuan berpikir. Mengubah paradigma bahwa guru tidak dapat mengontrol murid sepenuhnya, tidak semua penguatan positif itu efektif dan bermanfaat, orang dewasa tidak memiliki hak penuh untuk memaksa, dan kritik tidak selamanya dapat menguatkan karakter.

Setelah mengubah paradigma, agar dapat menjadi teladan dalam menciptakan budaya positif, guru hendaknya memiliki disiplin positif yakni disiplin diri yang kuat, disiplin diri yang memiliki motivasi internal sebab disiplin positif merupakan unsur utama terwujudnya budaya positif.

(2)  Ing madyo mangun karso

Orang yang berada di tengah-tengah haruslah bisa memahami tujuan atau harapan yang menjadi cita-cita yang di depan. Dalam rangka menciptakan budaya positif ini, harapan dan cita-cita kedepannya adalah menanamkan motivasi pada murid yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid memiliki motivasi tersebut, berarti mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. 

Oleh karena itu, peran penting guru disini adalah membangun keyakinan pada siswa. Keyakinan akan lebih memotivasi dari arah dalam (intrinsik). Guru mengambil posisi di tengah, bersama siswa membentuk suatu keyakinan kelas yang merupakan pondasi terciptanya budaya positif.

(3)  Tut Wuri Handayani

Tut Wuri Handayani berarti bahwa guru mendorong dan memberikan motivasi pada siswanya untuk memperbaiki diri ketika berbuat salah. Peran ini tampak pada saat praktik restitusi dan posisi kontrol dalam penerapan disiplin positif.  Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.

Jika dikaitkan dengan materi sebelumnya, materi budaya positif ini adalah muara dari materi modul 1.1 (Pemikiran filisofis KHD), 1.2 (Nilai dan Peran Guru Penggerak), dan 1.3. (Visi Guru Penggerak). Pernyataan tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.

Berdasarkan gambar tersebut, tampak bahwa Materi pada modul 1, Pemikiran Filosofis KHD mendasari semua materi pada modul selanjutnya, termasuk budaya positif. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang menuntun dan memerdekakan selalu dijadikan acuan dalam memperkuat nilai dan peran CGP, perumusan visi CGP serta dalam menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah.  Optimalisasi nilai dan peran CGP serta aktualisasi visi CGP akan berujung pada tumbuhnya budaya positif sebab, dalam penumbuhan budaya postif guru sangat berperan dalam menanamkan disiplin positif  yang merupakan pondasi awal terbentuknya budaya positif.


 

B.     Refleksi

Awalnya saya berpikir bahwa displin itu hanya sebatas mematuhi peraturan atau kepatuhan. Mereka yang mematuhi peraturan, berarti disiplin. Sedangkan, mereka yang melanggar peraturan berarti tidak disiplin dan akan menerima sanksi atau hukuman. Namun, setelah mempelajari modul ini, ternyata disiplin memiliki makna yang lebih luas. Mereka yang disiplin, akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Motivasi intrinsik sangat penting dalam mewujudkan individu yang disiplin. Disinilah peran guru untuk menanamkan motivasi intrinsik pada siswa.

Terkait posisi kontrol guru, selama ini saya merasa penerapan dispilin di ruang kelas belum sepenuhnya efektif, belum sepenuhnya memerdekakan, dan memandirikan murid. Saya lebih sering menempatkan diri sebagai “Teman” dalam menerapkan disiplin. Padahal dalam posisi sebagai teman, mungkin saja murid akan kecewa jika kita tidak bisa mengambil peran sepenuhnya sebagai teman mereka. Ternyata, masih ada posisi pemantau dan manajer yang tentunya akan lebih efektif dalam menanamkan disiplin positif.

Materi kebutuhan dasar manusia menyadarkan saya bahwa tidak semua siswa itu “nakal ataupun berperilaku menyimpang” karena alasan kurang perhatian. Selama ini saya selalu menyimpulkan bahwa mereka yang acuh tak acuh di kelas, suka mengganggu temannya, dan lain sebagainya, berperilaku seperti itu karena ingin “diperhatikan”. Ternyata ada banyak penyebab mereka melakukan hal tersebut.

Keyakinan kelas merupakan materi yang sedikit di luar dugaan bagi saya. Selama ini yang saya kenal adalah peraturan kelas atau kesepakatan kelas. Pemilihan diksi “keyakinan” dalam “Keyakinan kelas” lebih mempertajam perannya sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Keyakinan akan lebih memotivasi orang dari dalam.

Bagian paling menarik bagi saya pada modul ini adalah segitiga restitusi. Ciri-ciri, langkah penerapannya, serta contoh-contoh kalimat yang bisa digunakan dijelaskan dengan sangat rinci pada modul. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi menuntun siswa untuk melihat ke dalam diri. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan. Saya pikir, saya juga bisa menerapkan restitusi untuk mendisiplinkan diri saya sendiri terlebih dahulu.

Dari perbedaan tersebut, saya akhirnya mulai berpikir untuk berubah. Saya kan berusaha untuk menggali alasan dibalik perilaku siswa yang tidak disiplin dengan mengidentifikasi kebutuhan dasar mereka melalui dialog, membangun motivasi internal yang dapat memicu mereka menjadi insan yang memiliki sikap disiplin, mulai mencoba untuk memposisikan diri sebagai manager dalam menjalankan praktik displin serta mencoba menerapkan restitusi dalam rangka menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat.


 

C.      Langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah

RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA

CMB

CLASS MAP & BELIEF

 

Judul Modul   : Budaya Positif

Nama Peserta : Ni Wayan Rina Lestari                                                             

 

Latar Belakang

 

Siswa bertumbuh dan berkembang baik secara intelektual, fisik, juga emosional di dalam kelas. Oleh sebab itu, kelas harus menjadi taman belajar yang nyaman bagi siswa. Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan interaksi belajar mengajar yang efektif. Jika demikian, maka tujuan pembelajaran pun akan tercapai tanpa kendala berarti.

            Interaksi belajar mengajar yang efektif, salah satunya dapat terwujud dengan komunikasi yang baik atara guru dan siswa. Sederhananya, guru mengenal siswanya, siswa mengenal gurunya. Minimal mengenal nama. Untuk itulah denah kelas (Class Map) sangat diperlukan.

Setiap tindakan atau perilaku yang dilakukan di dalam kelas juga dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Lingkungan yang nyaman bagi siswa. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. 

 ‘Keyakinan’, adalah nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Berdasarkan hal tersebut, pada rancangan aksi nyata kali ini, saya mencoba untuk memadukan class map  dengan class belief. Dengan harapan setiap siswa berkontribusi dalam menyusun keyaina kelas.

Tujuan

Tujuan aksi nyata ini adalah untuk menumbuhkan budaya positif melalui pembentukan keyakinan kelas

Tolak Ukur

Keberhasilan aksi nyata ini ditunjukkan dengan terbentuknya keyakinan kelas yang terpadu dengan denah kelas. Sehingga tampak bagaimana masing-masing siswa berkontribusi dalam pembentukan keyakinan kelas. Kemudian, setiap siswa diharapkan berperilaku sesuai dengan keyakinan kelas tersebut.

Linimasa tindakan yang akan dilakukan

1.      Mempersilakan murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas

2.      Setiap siswa menuliskan pendapatnya pada selembar kertas origami yang telah dibentuk sesuai dengan kreasi mereka, dan pada kertas tersebut sudah tertempel foto mereka

3.      Kertas origami tersebut kemudian ditempel pada selembar kertas karton besar dan ditempel sesuai dengan posisi duduk murid di kelas. Jadi, Class Map dengan Class Belief (CMB), sudah terbentuk namun keyakinan kelas belum disepakati. Sebab keyakinan yang menjadi satu dengan denah adalah baru sebatas keyakinan setiap individu.

4.      Menyusun keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Kelas’ dengan mengganti kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.

5.      Meninjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat.

6.      Meninjau ulang Keyakinan Kelas secara bersama-sama.

7.      Menempelkan keyakinan kelas yang sudah ditinjau pada kertas karton yang berbeda.

8.      Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas tersebut, termasuk guru dan semua murid.

9.      Keyakinan Kelas dan denah kelas tersebut selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

Dukungan yang dibutuhkan

Beberapa dukungan yang diperlukan dalam mewujudkan aksi nyata kali ini adalah bahan (Kertas karton, Kertas origami), alat (Gunting, Lem, Alat Tulis) serta dukungan dari siswa di kelas tersebut untuk berkontribusi dalam diskusi, serta dukungan dari seluruh warga sekolah untuk menghormati dan menghargai keyakinan kelas yang telah dibuat.

Klungkung, 18 Oktober 2021

Ni Wayan Rina Lestari

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar