Mulai Diri - Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak (1.2.a.3)

Ini pertama kali saya mengenal istilah trapesium usia dan harus membuatnya karena menjadi bagian dari modul 1.2 CGP. Bagian awal modul ini membuat saya kembali ke masa lalu. Mengenang masa lalu.

Ada beberapa langkah yang saya lakukan untuk membuat trapesium usia di atas. Pertama, buat garis miring ke kanan atas. Ini usia sekolah. Saya terakhir bersekolah pada tahun 2014 di usia 28 tahun, saat lulus S2. Saya kuliah sambil bekerja. Saya mulai bekerja tahun 2009 saat usia 23 tahun.

Kedua, tarik garis ke kanan. Ini menunjukkan usia aktif kerja kita. Di ujung garis itu saya tulis 60 sebagai usia pensiun saya. Sementara 35 adalah usia saya sekarang.

Ketiga, ingat dua peristiwa penting yang terjadi di usia sekolah. Peristiwa tersebut bisa positif dan negatif. Kemudian hitunglah selisih antara usia sekarang dan kedua peristiwa tersebut.

Inilah hasilnya

Supaya bersemangat, saya mulai dari menuliskan hal yang positif. Saat duduk di bangku kuliah, tepatnya tahun 2006, saat usia saya 20 tahun, saya mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa Perguruan Tinggi Indonesia Timur (LKTM PT INTIM) dan berhasil menjadi juara 1. Saat itu saya mengangkat tentang pemanfaatan blog dalam pembelajaran Fisika. Pada tahun tersebut, blog mungkin belum sefenomenal sekarang. Kalau sekarang, satu orang bisa memiliki 2 sampai 3 blog bahkan lebih. Proses mengikuti lomba ini lumayan panjang karen harus mengikuti seleksi tingkat Perguruan Tinggi dulu. Setelah lolos di tingkat perguruan tinggi barulah lanjut berkompetisi di tingkat nasional. Saya belajar banyak hal dari kegiatan ini. Mulai dari mempelajari tentang materinya, belajar berkomunikasi dengan dosen, mengatur waktu agar tugas kuliah juga terselesaikan (bagian ini yang paling sulit) karena H-1 sebelum lomba ke Universitas Cendana (Kupang) saya harus mengikuti ujian Mata Kuliah Matriks Ruang Vektor yang merupakan salah satu mata kuliah yang cukup sulit di Jurusan Pendidikan Fisika. Untunglah saya didukung oleh dosen pembimbing yang luar biasa. Bagi saya, beliau adalah motivator dan inspirator. Beliau selalu membalas sms mahasiswa nya dengan cepat. Saat beliau bertugas ke luar kota, beliau membimbing saya melalui email. Seandainya saat itu sudah ada teknologi berkirim file yang lebih mudah seperti saat ini.

Kalau bicara hal yang negatif, pastinya banyak ya. Tapi yang paling saya ingat adalah ditegur guru Fisika saya karena ke “gap” ngobrol di kelas. Waduh malunya minta ampun. Saya lupa obrolan saya dengan rekan sebangku saya saat itu. Guru saya berkata, “Mending kamu duduk di belakang kalau ngobrol begini, kalau duduk di belakang, saya bisa anggap kamu tembok. Ini masalahnya kamu duduk di depan” saya mengetik ini sambil tersenyum, tertawa, sedih dan masih terasa betapa malunya saat itu. Teman-teman sekelas saya langsung “sunyi”.  Kejadian ini terjadi saat saya kelas 2 SMA, saat saya berusia 17 tahun. Benar-benar kenangan sweet seventeen yang buruk.

Mengapa momen yang terjadi di masa sekolah masih dapat dirasakan dan mungkin masih dapat memengaruhi diri Anda di masa sekarang?

Momen yang terjadi di masa sekolah tersebut dapat saya rasakan sampai saat ini adalah karena momen tersebut berkesan. Kenapa berkesan, karena kedua peristiwa tersebut melibatkan emosi. Sayangnya yang cenderung lebih diingat adalah yang negatif.

Menurut Anda, apa saja peran dari seorang Guru jika dikaitkan dengan trapesium usia?

Menurut saya, peran seorang guru dalam trapesium usia ini adalah membangun kenangan yang indah (emosi yang positif) saat pembelajaran. Karena ternyata apa yang paling diingat siswa adalah apa yang “dirasakan”.

Semangat dosen saya saat membimbing dan cara beliau melayani mahasiswa tentunya merupakan teladan yang patut ditiru. Cara guru Fisika saya menegur saya, tentunya akan saya jadikan sebagai bahan pelajaran dalam menegur siswa nantinya. Mungkin karena zaman sudah berbeda, maka cara menegur pun harusnya berubah sesuai dengan karakteristik siswa saat ini.

Buatlah 1-2 kalimat yang dapat menggambarkan nilai-nilai yang Anda percayai sebagai seorang Guru, menggunakan kata-kata berikut: Guru, Murid, Belajar, Makna.

Guru dan Murid hendaknya berkolaborasi dalam suasana belajar yang menyenangkan untuk membangun emosi yang positif (seperti perasaan bahagia, gembira, senang, dan cinta) sehingga belajar menjadi lebih bermakna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar