Bapak Pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa guru memiliki
tiga peran, yaitu di depan memberi teladan (ing ngarso sung
tulodo), di tengah membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan di belakang
memberikan dukungan moral (tut wuri handayani). Begitupula dengan peran saya
sebagai guru dalam menciptakan budaya positif di sekolah.
(1) Ing ngarso sung tulodo
Kompetensi yang paling mendasar untuk mengukur dan menilai seorang guru
agar yang layak di teladani adalah dengan dimilikinya kompetensi kepribadian
oleh setiap guru karena kompetensi tersebut adalah ukuran utama (the main
measure) untuk melihat dan menilai sejauh mana guru disebut sebagai teladan
bagi siswa. Dalam rangka menciptakan budaya positif, maka hendaknya guru
terlebih dahulu berbudaya positif. Untuk menjadi insan yang berbudaya positif, langah
pertama yang dapat diambil adalah dengan mengubah kerangka acuan berpikir.
Mengubah paradigma bahwa guru tidak dapat mengontrol murid sepenuhnya, tidak
semua penguatan positif itu efektif dan bermanfaat, orang dewasa tidak memiliki
hak penuh untuk memaksa, dan kritik tidak selamanya dapat menguatkan karakter.
Setelah
mengubah paradigma, agar dapat menjadi teladan dalam menciptakan budaya
positif, guru hendaknya memiliki disiplin positif yakni disiplin diri yang
kuat, disiplin diri yang memiliki motivasi internal sebab disiplin positif
merupakan unsur utama terwujudnya budaya positif.
(2) Ing madyo mangun karso
Orang
yang berada di tengah-tengah haruslah bisa memahami tujuan atau harapan yang
menjadi cita-cita yang di depan. Dalam rangka menciptakan budaya positif ini,
harapan dan cita-cita kedepannya adalah menanamkan motivasi pada murid yaitu
untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid memiliki motivasi tersebut, berarti
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang,
motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka
akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena
mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka
hargai.
Oleh
karena itu, peran penting guru disini adalah membangun keyakinan pada siswa.
Keyakinan akan lebih memotivasi dari arah dalam (intrinsik). Guru mengambil
posisi di tengah, bersama siswa membentuk suatu keyakinan kelas yang merupakan
pondasi terciptanya budaya positif.
(3) Tut Wuri Handayani
Tut Wuri Handayani
berarti bahwa guru mendorong dan memberikan motivasi pada siswanya untuk
memperbaiki diri ketika berbuat salah. Peran ini tampak pada saat praktik
restitusi dan posisi kontrol dalam penerapan disiplin positif. Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah,
guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi
internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan
mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.
Jika dikaitkan dengan materi sebelumnya, materi budaya positif ini
adalah muara dari materi modul 1.1 (Pemikiran filisofis KHD), 1.2 (Nilai dan
Peran Guru Penggerak), dan 1.3. (Visi Guru Penggerak). Pernyataan tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.
Berdasarkan gambar tersebut, tampak bahwa Materi pada
modul 1, Pemikiran Filosofis KHD mendasari semua materi pada modul selanjutnya,
termasuk budaya positif. Pemikiran KHD tentang pendidikan yang menuntun dan
memerdekakan selalu dijadikan acuan dalam memperkuat nilai dan peran CGP, perumusan
visi CGP serta dalam menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah. Optimalisasi nilai dan peran CGP serta
aktualisasi visi CGP akan berujung pada tumbuhnya budaya positif sebab, dalam
penumbuhan budaya postif guru sangat berperan dalam menanamkan disiplin positif yang merupakan pondasi awal terbentuknya
budaya positif.
B. Refleksi
Awalnya
saya berpikir bahwa displin itu hanya sebatas mematuhi peraturan atau
kepatuhan. Mereka yang mematuhi peraturan, berarti disiplin. Sedangkan, mereka
yang melanggar peraturan berarti tidak disiplin dan akan menerima sanksi atau
hukuman. Namun, setelah mempelajari modul ini, ternyata disiplin memiliki makna
yang lebih luas. Mereka yang disiplin, akan tetap berperilaku baik dan
berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung
tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Motivasi intrinsik sangat penting dalam
mewujudkan individu yang disiplin. Disinilah peran guru untuk menanamkan
motivasi intrinsik pada siswa.
Terkait
posisi kontrol guru, selama ini saya merasa penerapan dispilin di ruang kelas
belum sepenuhnya efektif, belum sepenuhnya memerdekakan, dan memandirikan
murid. Saya lebih sering menempatkan diri sebagai “Teman” dalam menerapkan
disiplin. Padahal dalam posisi sebagai teman, mungkin saja murid akan kecewa
jika kita tidak bisa mengambil peran sepenuhnya sebagai teman mereka. Ternyata,
masih ada posisi pemantau dan manajer yang tentunya akan lebih efektif dalam
menanamkan disiplin positif.
Materi
kebutuhan dasar manusia menyadarkan saya bahwa tidak semua siswa itu “nakal
ataupun berperilaku menyimpang” karena alasan kurang perhatian. Selama ini saya
selalu menyimpulkan bahwa mereka yang acuh tak acuh di kelas, suka mengganggu
temannya, dan lain sebagainya, berperilaku seperti itu karena ingin
“diperhatikan”. Ternyata ada banyak penyebab mereka melakukan hal tersebut.
Keyakinan
kelas merupakan materi yang sedikit di luar dugaan bagi saya. Selama ini yang
saya kenal adalah peraturan kelas atau kesepakatan kelas. Pemilihan diksi
“keyakinan” dalam “Keyakinan kelas” lebih mempertajam perannya sebagai fondasi
dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam
memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Keyakinan
akan lebih memotivasi orang dari dalam.
Bagian
paling menarik bagi saya pada modul ini adalah segitiga restitusi. Ciri-ciri,
langkah penerapannya, serta contoh-contoh kalimat yang bisa digunakan
dijelaskan dengan sangat rinci pada modul. Restitusi adalah tawaran, bukan
paksaan. Restitusi menuntun siswa untuk melihat ke dalam diri. Restitusi bukan
untuk menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan. Saya pikir, saya
juga bisa menerapkan restitusi untuk mendisiplinkan diri saya sendiri terlebih
dahulu.
Dari
perbedaan tersebut, saya akhirnya mulai berpikir untuk berubah. Saya kan berusaha
untuk menggali alasan dibalik perilaku siswa yang tidak disiplin dengan
mengidentifikasi kebutuhan dasar mereka melalui dialog, membangun motivasi
internal yang dapat memicu mereka menjadi insan yang memiliki sikap disiplin,
mulai mencoba untuk memposisikan diri sebagai manager dalam menjalankan praktik
displin serta mencoba menerapkan restitusi dalam rangka menciptakan kondisi
bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali
pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat.
C. Langkah
dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya
positif di sekolah
RANCANGAN
TINDAKAN AKSI NYATA
CMB
CLASS
MAP & BELIEF
Judul Modul : Budaya Positif
Nama Peserta : Ni Wayan Rina Lestari
Latar
Belakang
Siswa
bertumbuh dan berkembang baik secara intelektual, fisik, juga emosional di
dalam kelas. Oleh sebab itu, kelas harus menjadi taman belajar yang nyaman bagi
siswa. Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan interaksi belajar mengajar
yang efektif. Jika demikian, maka tujuan pembelajaran pun akan tercapai tanpa
kendala berarti.
Interaksi belajar mengajar yang
efektif, salah satunya dapat terwujud dengan komunikasi yang baik atara guru
dan siswa. Sederhananya, guru mengenal siswanya, siswa mengenal gurunya.
Minimal mengenal nama. Untuk itulah denah kelas (Class Map) sangat
diperlukan.
Setiap tindakan atau
perilaku yang dilakukan di dalam kelas juga dapat menentukan terciptanya sebuah
lingkungan positif. Lingkungan yang nyaman bagi siswa. Perilaku warga kelas
tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya
positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan
disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara
para warga kelas.
‘Keyakinan’, adalah nilai-nilai kebajikan atau
prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari
latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Keyakinan akan lebih
memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang
akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada
hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka
perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya
mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau
begitu.
Berdasarkan hal
tersebut, pada rancangan aksi nyata kali ini, saya mencoba untuk memadukan class
map dengan class belief.
Dengan harapan setiap siswa berkontribusi dalam menyusun keyaina kelas.
Tujuan
Tujuan aksi nyata ini
adalah untuk menumbuhkan budaya positif melalui pembentukan keyakinan kelas
Tolak Ukur
Keberhasilan aksi nyata
ini ditunjukkan dengan terbentuknya keyakinan kelas yang terpadu dengan denah
kelas. Sehingga tampak bagaimana masing-masing siswa berkontribusi dalam
pembentukan keyakinan kelas. Kemudian, setiap siswa diharapkan berperilaku
sesuai dengan keyakinan kelas tersebut.
Linimasa
tindakan yang akan dilakukan
1. Mempersilakan
murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu
disepakati di kelas
2. Setiap
siswa menuliskan pendapatnya pada selembar kertas origami yang telah dibentuk
sesuai dengan kreasi mereka, dan pada kertas tersebut sudah tertempel foto
mereka
3. Kertas
origami tersebut kemudian ditempel pada selembar kertas karton besar dan
ditempel sesuai dengan posisi duduk murid di kelas. Jadi, Class Map dengan
Class Belief (CMB), sudah terbentuk namun keyakinan kelas belum disepakati.
Sebab keyakinan yang menjadi satu dengan denah adalah baru sebatas keyakinan
setiap individu.
4. Menyusun
keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Kelas’ dengan mengganti kalimat-kalimat
dalam bentuk negatif menjadi positif.
5. Meninjau
kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat.
6. Meninjau
ulang Keyakinan Kelas secara bersama-sama.
7. Menempelkan
keyakinan kelas yang sudah ditinjau pada kertas karton yang berbeda.
8. Setelah
keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau
ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas tersebut,
termasuk guru dan semua murid.
9. Keyakinan
Kelas dan denah kelas tersebut selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di
tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
Dukungan
yang dibutuhkan
Beberapa
dukungan yang diperlukan dalam mewujudkan aksi nyata kali ini adalah bahan (Kertas
karton, Kertas origami), alat (Gunting, Lem, Alat Tulis) serta dukungan dari
siswa di kelas tersebut untuk berkontribusi dalam diskusi, serta dukungan dari
seluruh warga sekolah untuk menghormati dan menghargai keyakinan kelas yang
telah dibuat.
Klungkung, 18 Oktober 2021
Ni Wayan Rina Lestari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar