Refleksi Terbimbing Modul 1.4 Budaya Positif

 

REFLEKSI TERBIMBING

MODUL 1.4 (BUDAYA POSITIF)

 

  1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Banyak hal menarik dan di luar dugaan yang saya pelajari dari modul ini.

a)                  Awalnya saya berpikir bahwa displin itu hanya sebatas mematuhi peraturan atau kepatuhan. Mereka yang mematuhi peraturan, berarti disiplin. Sedangkan, mereka yang melanggar peraturan berarti tidak disiplin dan akan menerima sanksi atau hukuman. Namun, setelah mempelajari modul ini, ternyata disiplin memiliki makna yang lebih luas. Mereka yang disiplin, akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Motivasi intrinsik sangat penting dalam mewujudkan individu yang disiplin. Disinilah peran guru untuk menanamkan motivasi intrinsik pada siswa.

b)                  Terkait posisi kontrol guru, selama ini saya merasa penerapan dispilin di ruang kelas belum sepenuhnya efektif, belum sepenuhnya memerdekakan, dan memandirikan murid. Saya lebih sering menempatkan diri sebagai “Teman” dalam menerapkan disiplin. Padahal dalam posisi sebagai teman, mungkin saja murid akan kecewa jika kita tidak bisa mengambil peran sepenuhnya sebagai teman mereka. Ternyata, masih ada posisi pemantau dan manajer yang tentunya akan lebih efektif dalam menanamkan disiplin positif.

c)                  Materi kebutuhan dasar manusia menyadarkan saya bahwa tidak semua siswa itu “nakal ataupun berperilaku menyimpang” karena alasan kurang perhatian. Selama ini saya selalu menyimpulkan bahwa mereka yang acuh tak acuh di kelas, suka mengganggu temannya, dan lain sebagainya, berperilaku seperti itu karena ingin “diperhatikan”. Ternyata ada banyak penyebab mereka melakukan hal tersebut.

d)                  Keyakinan kelas merupakan materi yang sedikit di luar dugaan bagi saya. Selama ini yang saya kenal adalah peraturan kelas atau kesepakatan kelas. Pemilihan diksi “keyakinan” dalam “Keyakinan kelas” lebih mempertajam perannya sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Keyakinan akan lebih memotivasi orang dari dalam.

e)                  Bagian paling menarik bagi saya pada modul ini adalah segitiga restitusi. Ciri-ciri, langkah penerapannya, serta contoh-contoh kalimat yang bisa digunakan dijelaskan dengan sangat rinci pada modul. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi menuntun siswa untuk melihat ke dalam diri. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan. Saya pikir, saya juga bisa menerapkan restitusi untuk mendisiplinkan diri saya sendiri terlebih dahulu.

 

  1. Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan konsep-konsep inti  tersebut dalam menciptakan budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda.

Budaya positif yang saya terapkan di kelas selama ini baru hanya sebatas menegakkan peraturan sekolah dan menuntun siswa agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika. Saya sedang mencoba untuk merubah paradigma dari stimulus respon menjadi teori kontrol. Awalnya saya pikir saya bisa mengontrol siswa dengan segala peraturan yang ada. Ternyata tidak.

Misalnya saja, saat ada siswa terlambat masuk kelas, saya persilahkan mereka belajar mandiri di perpustakaan sebagai konsekuensinya. Tetapi cara ini ternyata tidak efektif, malah mereka senang karena dapat “kebebasan” dengan belajar mandiri. Mereka menjadi sengaja terlambat masuk kelas.

Setelah mengeksplorasi materi pada modul ini, saya mencoba berdialog lebih intens dengan siswa yang sering terlambat tersebut untuk mengenali alasan dibalik perilaku tersebut serta mengaitkannya dengan peraturan kelas yang ada. Setelah itu, saya mencoba mengambil posisi kontrol terbaik yakni sebagai manajer kemudian saya mencoba menerapkan restitusi. Berikut cuplikan dialog yang saya lakukan.

Guru    : “Gilang, apakah mau mengetahui jam berapa pelajaran Fisika dimulai?”

Siswa   : “Tahu Bu, jam 08.00”

Guru    : “Jadi kamu terlambat ya, kenapa kamu terlambat?”

Siswa   : “Maaf Bu, baju sekolah saya masil di laundry, jadi saya harus ke laundry dulu untuk mengambilnya, sedangkan laundry nya belum buka. Jadi saya harus menghubungi pemiliknya terlebih dahulu.”

Guru    : “Kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki diri setelah ini? Apakah kamu akan terlambat lagi pada pertemuan berikutnya?

Siswa   : “Saya akan mempersiapkan seragam dengan baik sehari sebelumnya”

Guru    :  “ Baik, itu bisa dilakukan, akan lebih baik lagi jika kamu bisa mencuci pakaianmu sendiri. Apakah untuk selanjutnya akan ada masalah untu hadir tepat waktu?

Siswa   : “Tidak Bu”

Guru    : “Baik, terimakasih, saya hargai usahamu untu memperbaiki diri. Silahkan duduk di bangkumu”

Semua komunikasi tersebut saya coba lakukan dengan suara yang tulus, tanpa marah, dan tanpa meninggikan suara, tidak juga sambil tersenyum atau bersenda gurau.

  1. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, ada di posisi manakah Anda? Anda boleh menceritakan situasinya dan posisi Anda saat itu.

Pernah, namun saya belum mengenal istilah restitusi. Ini terjadi saat penerapan PTM hari pertama di sekolah. Ada siswa yang menggunakan masker pada dagunya. Pada situasi ini, saya menempatkan diri dalam posisi “Teman”. Saya mendekati anak tersebut, menegurnya dengan suara ramah, akrab, dan bercanda. Berikut cuplikan percakapan saya dengan siswa.

Guru    : “Bayu, bagaimana sih kamu ini memakai masker, maskernya kok dipakai didagu, coba lihat teman-teman yang lain, semuanya memakai masker untuk menutup hidung dan mulut mereka. Ayo dipakai yang benar maskernya. Lain kali tidak boleh seperti ini lagi ya, kita harus taat prokes untuk memerangi covid 19. “

  1. Perubahan  apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini adalah:

a)      Berusaha untuk menggali alasan dibalik perilaku siswa yang tidak disiplin dengan mengidentifikasi kebutuhan dasar mereka melalui dialog

b)      Membangun motivasi internal yang dapat memicu mereka menjadi insan yang memiliki sikap disiplin

c)      Mulai mencoba untuk memposisikan diri sebagai manager dalam menjalankan praktik displin

d)      Mencoba menerapkan restitusi dalam rangka menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat.

  1. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?

Topik ini sangat penting bagi saya, baik sebagai individu ataupun sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk bisa menumbuhkan budaya positif dalam proses pembelajaran, terlebih dahulu saya harus bisa menumbuhkan budaya positif pada diri sendiri. Topik pada modul ini memfasilitasi saya untuk berdialog dengan diri sendiri (self talk) dan menginspirasi saya dengan berbagai pertanyaan yang bisa diajukan dalam rangka menumbuhkan  budaya positif tersebut. Misalnya, pada saat saya terlambat menyetorkan RPP. Saya berdialog dengan diri sendiri. Kenapa saya bisa terlambat menyetor RPP? Apa yang saya yakini? Bagimana saya akan memperbaiki diri kedepannya agar tidak terlambat lagi?. Jika sebagai individu, saya sudah bisa untuk menumbuhkan budaya positif, tentunya akan lebih mudah untuk menerapkan pada lingkungan sekitar.

 

  1. Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?

Untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan saya setelah mempelajari modul ini tentu saja dengan mencoba menerapkannya dalam keseharian saya. Penerapan ini sekaligus juga merupakan kegiatan sosialisasi pada pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan restitusi. Dengan demikian, akan semakin banyak orang yang mengetahui dan menerapkan restitusi dalam upaya menumbuhkan displin positif.

  1. Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses penciptaan disiplin positif adalah budaya dan kearifan lokal daerah setempat, serta resiliensi.

Budaya dan kearifan lokal daerah setempat yang merupakan lingkungan di sekitar siswa sangata berpengaruh dalam upaya pengembangan  disiplin positif. Budaya adalah suatu kebiasaan, cara hidup sekelompok manusia yang diciptakan oleh suatu kelompok manusia tersebut maupun oleh suatu sistem seperti agama atau politik. Kebiasaan yang dipakai sebagai cara hidup ini lambat laun akan berkembang membentuk norma-norma, etika, dan adat istiadat. Budaya dan kearifan lokal ini hendaknya dijadikan pondasi dalam upaya penumbuhan disiplin positif.

Individu yang memiliki resiliensi yang tinggi akan cenderung easygoing, mudah bersosialisasi, memiliki keterampilan berpikir yang baik termasuk keterampilan sosial dan kemampuan menilai sesuatu, memiliki orang di sekitar yang mendukung, memiliki satu atau lebih bakat, yakin pada diri sendiri dan percaya pada kemampuannya dalam mengambil keputusan serta memiliki spritualitas dan religiusitas. Dari pengertian tersebut tampak bahwa budaya positif juga dapat ditumbuhkan dengan meningkatkan resiliensi siswa. Mereka yang memilki resiliensi tinggi memiliki identitas yang stabil, tenang, dan memiliki suasana hati dimana proses belajar mengajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan baik.

  1. Langkah-langkah awal apa yang akan Anda lakukan jika kembali ke sekolah/kelas Anda setelah mengikuti sesi ini?

Mengubah kerangka acuan saya. Mengubah paradigma saya. Mengubah cara saya berpikir terhadap siswa. Mencoba menempatkan diri saya sebagai siswa. Meluruskan beberapa miskonsepsi yang ada seperti

a)                  guru bukan pengontrol murid

b)              semua penguatan positif itu efektif dan bermanfaat. Misalnya penghargaan. Penghargaan dapat merusak hubungan, mengurangi ketetapatan, bahkan penghargaan dapat menghukum.

c)                  Kritik dapat mneguatkan karakter

Selanjutnya saya akan belajar untu menumbuhkan motivasi internal pada siswa agar menjadi orang yang mereka inginkan dan mengharagi diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya dengan membentuk suatu keyakinan melalui musyawarah mufakat.

Terakhir, saya akan mencoba untuk lebih peka dan peduli terhadap kebutuhan siswa yang melatarbelakngi tingkah laku mereka. Dengan demikian saya dapat menempatkan diri pada posisi kontrol terbaik  dalam melakukan restitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar