Rasa yang Pernah Ada

Rasa yang Pernah Ada

Pandemi Covid-19 ini memang telah menciptakan situasi yang luar biasa dan menuntut kita semua untuk berpikir, berbicara dan berbuat di luar kebiasaan. Namun, jika tidak ada pandemi, mungkin saya tidak akan mengenal Diklat Calon Guru Penggerak (CGP). Diklat ini bukan diklat biasa, melainkan diklat yang sangat luar biasa.

Luar biasa. Alur pendaftaran saja lumayan greget.  Hampir 13 tahun sudah saya menjadi guru. Baru kali ini saya mengikuti diklat yang seleksinya bertingkat-tingkat. Mulai dari seleksi administrasi, simulasi mengajar, hingga wawancara. Bagian yang paling menegangkan dari proses seleksi ini adalah simulasi mengajar. Pertama, karena waktu yang terbatas, kedua karena khawatir ada gangguan jaringan. Tetapi syukurlah semuanya berjalan lancar saat itu. Terlebih karena sebelum simulasi mengajar diadakan coaching clinic, jadi lumayan ada gambaranlah akan seperti apa simulasinya. Seleksi wawancarapun cukup santai ya, karena pewawancara mengemas tes seperti layaknya obrolan santai di coffee shop. Semua seleksi dilaksanakan secara daring, berkat Corona, saya tidak perlu kemana-mana untuk lulus menjadi peserta diklat luar biasa ini. Cukup duduk manis di depan laptop. Tapi, baru menjadi peserta lho, dengan sebutan Calon Guru Penggerak (CGP). Yah paling tidak, sudah lulus masuk WhatsApp Group (WAG). Itu saja sudah cukup menyenangkan.

Menyenangkan. WAG baru, berarti teman baru, suasana baru, dunia baru, semakin banyak teman, biasanya akan semakin menyenangkan. Setelah diumumkan lulus seleksi, saya langsung bergabung dalam WhatsApp Group (WAG) ataupun Grup Telegram. Grup Telegram bersama rekan se-Provinsi, WAG bersama rekan se-Kabupaten, bersama Fasilitator dan Pengajar Praktik, bersama Pengajar Praktik saja, bersama rekan sesama Guru SMA, dan setelah kegiatan-kegiatan diskusi dimulai, ada lagi WAG yang dibentuk dan diberi nama dengan akronim-akronim yang unik atau sesuai dengan materi yang dibahas. Misalnya saat membahas materi Dilema Etika, kami membuat grup yang bernama Dilema Kehidupan. Wow, banyak sekali grup nya ya? Tidak apa, karena semua informasi di grup ini sangat penting dan merupakan motivasi bagi saya untuk mengerjakan tugas yang ada tepat waktu. 

Tepat waktu. Ini merupakan hal yang paling saya acungi jempol sekaligus syukuri sebagai peserta diklat ini. Semua kegiatan terjadwal dengan baik dan selalu on time  pelaksanaannya. Sehingga kami para orang tua bisa membagi waktu dengan baik untuk urusan keluarga, adat istiadat, dan lain sebagainya. Jadwal yang diberikan adalah jadwal bulanan. Kegiatan setiap harinya tertera dengan jelas. Jadi, Pak Suami tidak perlu khawatir. Walaupun Bu Istri mengikuti diklat ini, bisa dipastikan bahwa tidak ada satupun pekerjaan rumah tangga akan terbengkalai he he . Namun sejujurnya, setiap mendapat jadwal baru, saya selalu deg degan dan berdoa, semoga ruang kolaborasi ataupun elaborasi pemahaman tidak bersamaan dengan perayaan hari suci Umat Hindu di Bali. Untungnya Galungan dan Kuningan bebas dari tatap muka virtual. Tetapi sayangnya pelaksanaan ruang kolaborasi Modul 3.2 tentang Pemimpin Pembelajaran dan Pengelolaan Sumber Daya bertepatan dengan Ngerupuk. Disinilah banyak sahabat yang menertawakan kami. Demen san ngalih gae (SSS alias Suka Sama Sibuk). Bahkan ada yang bilang kami gila. Ya, kami memang gila. Gila menuntut ilmu, bukankah itu gila yang elegan? Gila kok elegan? Eh apa jangan-jangan saya memang sudah gila?

Gila. Yah saya akui sebelum mengikuti diklat ini saya memang sudah sedikit gila, gila bermedia sosial. Saya sampai lupa waktu kalau sudah mengulik media sosial ataupun situs belanja online. Walaupun hanya sekedar menjadi silent reader ataupun sekedar window shopping. Saya rasa, saya perlu menepi sejenak, mencari hal-hal yang lebih positif, yang lebih bermanfaat. Akhirnya saya tersadar, saya perlu gaya eksternal yang kuat untuk keluar dari zona nyaman ini. Seperti kata Newton dalam hukum kelembamannya, setiap benda akan cenderung mempertahankan kondisinya selama resultan gaya yang bekerja padanya sama dengan nol. Oleh karena itu, untuk bisa keluar dari kenyamanan kita memerlukan gaya eksternal yang cukup besar.

Besar. Diklat CGP ini memberikan gaya eksternal yang cukup besar pada saya untuk keluar dari zona nyaman. Ibaratnya katak, akhirnya saya bisa keluar dari tempurung.  Akhirnya, saya bisa memanfaatkan internet ke arah yang lebih positif. Situs favorit saya sekarang adalah SIMPKB guru penggerak. Setiap hari saya berwisata baca disana.  Bahkan terkadang saya mengaksesnya 2 sampai 3x sehari, seperti minum obat ya? Dari diklat ini pula saya menempa diri untuk konsisten mengisi blog tentang perjalanan menjadi guru penggerak. Saya mengemasnya seperti diary. Channel youtube saya juga semakin terisi penuh oleh hal-hal yang positif mulai dari praktik-praktik pembelajaran yang saya lakukan, tugas-tugas yang saya kerjakan, ataupun kegiatan-kegiatan sekolah yang mendukung perjalanan saya dalam diklat ini. Saya yang awalnya tidak terlalu suka mendokumentasikan sesuatu, menjadi tepacu dan terpicu untuk jeprat jepret. Dalam hati saya berkata, mungkin ini salah satu upaya pemerintah untuk memenuhi dunia maya dengan konten-konten positif dari bapak Ibu Guru ataupun praktisi pendidikan lainnya. Sekarang saya punya banyak koleksi foto dan video lho 😊. Tentunya foto dan video yang berkaitan dengan Tugas.

Tugas. Tugas-tugas yang diberikan di diklat ini dijamin tidak membuat bosan. Variatif, menantang, sekaligus menyenangkan. Satu hal yang sama dalam setiap modulnya adalah alur belajarnya. Alur MERRDEKA. Mulai diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Refleksi terbimbing, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata. Setiap harinya, WAG selalu dipenuhi informasi tentang kegiatan hari ini serta motivasi untuk menyelesaikannya. Ini adalah trigger yang konsisten. Untuk menjawab trigger tersebut,  kalimat yang paling sering saya ketikkan selama kurang lebih 5 bulan terakhir ini adalah “Baik Pak, Terimakasih Informasinya”. Selalu seperti itu, hampir setiap hari kecuali hari minggu. Artinya, setiap hari ada tugas. Kalau ingin lulus, tugas ini harus dan wajib dikerjakan. Indikatornya adalah centang biru di LMS. Pokoknya, kalau semua alur belajar sudah tercentang biru, jadi 3L (Lega Luar Biasa). Saya akui, memang kadang kala ada suatu titik jenuh dalam mengerjakan semua tugas yang ada, saat itu terjadi, si centang biru inilah yang dijadikan motivasi. Usahakan agar tercentang biru. Ini bukan berarti sekedar membuat tugas ya! Saya hanya tidak ingin terlalu menyiksa diri dengan tugas yang ada. Saya ingin lebih bisa memaknai dan menikmatinya. Jadi, ketika semangat sedang rapuh, luruh dan hampir runtuh, ingatlah si centang biru bukan garis biru. Kalaupun ada yang mendapat garis biru selama 9 bulan perjalanan ini, itu adalah berkah.

Berkah. Saya merasa mendapat banyak berkah dengan mengikuti kegiatan ini. Pertama dan yang paling pasti adalah pengetahuan baru. Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pembelajaran yang seharusnya berpusat pada siswa menyadarkan bahwa sebenarnya di Indonesia ini kita sudah memiliki pemikir teori kontruktivisme, lalu mengapa saat kuliah dulu  tidak ada satupun pemikiran dari Ki Hadjar Dewantara (KHD) ini yang dibahas? Sebelumnya saya hanya mengenang KHD sebagai Bapak Pendidikan dengan 3 semboyannya. Tujuan pendidikan menurut KHD salah satunya adalah mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Sederhana bukan? Pemikiran ini membuat saya lebih fleksibel dan rileks dalam mengajar. Pelan-pelan saya mulai menghilangkan kesan kaku pada mata pelajaran yang saya ampu, Fisika, yang kesannya memang sudah kaku . Bagaimana caranya? Modul-modul selanjutnya menuntun saya untuk itu. Sebagai langkah awal saya diajak untuk menguatkan nilai dan peran sebagai CGP. Bagi saya, memperkuat nilai dan peran ini sangat penting sekali karena sebelum kita menguatkan orang lain, sudah sepatutnya kita memperkuat diri sendiri dahulu. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kekuatan dengan berpikir berbasis kekuatan. Kalau dalam modul ini disebut dengan inkuiri apresiatif dengan tahapannya BAGJA yang merupaka akronim dari Buat rencana, A….. sebentar saya sedikit lupa 😊Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi. Bagja ini secara harfiah berarti bahagia.

Bahagia. Ya, Murid yang bahagia dan merdeka adalah hal yang dituju pada modul-modul berikutnya. Mulai dari bagaimana menciptakan budaya positif, pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional, coaching serta modul terakhir tentang pemimpin pembelajaran dan pengembangan sekolah. Saya rasa, inti dari semua modul ini adalah bagaimana membuat aku (guru) dan kamu (murid) menjadi kita. Bagi saya, semua modul ini menarik, karena dikemas dengan cantik, unik, apik dan nyentrik. Kami banyak sekali diberikan contoh dan situasi-situasi yang membumi, yang dekat dengan keseharian kami. Tapi kalau ‘dipaksa’ untuk memilih, yang paling menarik adalah pembelajaran berdiferensiasi. Menurut saya pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang beraneka, aneka sumber, aneka proses, aneka produk. Merancang pembelajarannya lumayan membuat puyeng, tapi tidak apa, asalkan murid seneng. Lalu, modul mana yang paling sulit? Menurut saya, modul terakhir, tentang kepemimpinan, yang isinya tentang pengelolaan sumber daya, pengambilan keputusan, dan pengelolaan program yang berdampak pada murid. Kenapa? Mungkin karena modul terakhir, jadi sudah agak ngos-ngosan. Selain itu materi tentang kepemimpinan lumayan rumit dan sulit jadi terasa agak pahit. Mudah-mudahan dengan motivasi dari fasilitator, pengajar praktik, dan rekan CGP, saya dapat melaluinya dengan baik. Mereka sudah saya anggap sebagai keluarga.

Keluarga. Saya memiliki keluarga baru yang seru. Kami selalu melalui suka dan duka bersama dalam menjalani diklat ini. Sukanya ya saat Lokakarya yang dilakukan setiap bulan sekali secara tatap muka di tempat yang seru. Pada kegiatan ini kami bergembira bersama, saling bercerita tentang apa yang telah kami lakukan dan apa yang menjadi kesulitan kami, bagaimana strategi menghadapi kesulitan tersebut. Banyak ice breaking yang berikan dan saya adopsi untuk diterapkan di kelas. Sebelum lokakarya, kami diberikan bekal dalam kegiatan pendampingan individu yakni, sesi curhat dengan pengajar praktik. Lokakarya ini ibaratnya arisan keluarga. Kami makan bersama, menikmati kudapan, sambil ngobrol santai, dan tak lupa foto bersama. Ahh indahnya. Lumayan untuk lepas sejenak dari kesibukan duniawi. Walaupun sebenarnya sudah ada banyak tugas yang antre, tapi sudahlah, bukankah kita berhak untuk bahagia, walaupun hanya sekejap?

Sekejap. Setelah dijalani dan dilakoni, waktu rasanya berlalu begitu cepat, hanya sekejap. Mungkin karena hanya sedikit waktu yang terbuang percuma, tidak ada waktu untuk bengong, mengeluh, meratap ataupun ngegibah. Jika ada waktu luang, langsung buka situs favorit. https://lms20-gp.simpkb.id/course/view.php?id=363 😊 Langsung kerjakan hal yang bisa dikerjakan. Manfaatkan waktu dengan baik. Jika ada kesulitan atau hal yang tidak dimengerti langsung chat di WAG, dijamin akan mendapat jawaban yang berdiferensiasi. Waktu yang terasa sekejap ini terkadang menjadi bagian ‘duka’ pada keluarga baru saya ini. Durasi pengerjaan tugas pada ruang kolaborasi terasa paling sekejap diantara tugas-tugas yang lain. Namun syukurlah dengan kerjasama tim yang baik, dalam waktu sekejap, tugas yang ada bisa diselesaikan dengan baik. Pada ruang kolaborasi kami dibagi menjadi kelompok yang selalu dirotasi, jadi anggota kelompok kami berubah-ubah. Ikatan kekeluargaan kami menjadi semakin kuat. Setelah semua ini berlalu, mari kita membuat paguyuban yuk teman-teman CGP Angkatan 3 Kabupaten Klungkung. Pasti akan terasa indah.

Indah. Indah sekali pemandangan di kelas ketika saya mencoba menerapkan materi yang saya peroleh. Siswa tidak hanya duduk menunduk mencatat dan menghitung selama belajar Fisika. Kini mereka belajar Fisika dengan berbagai cara, berbagai proses, dan berbagai bentuk hasil. Diawali dengan membuat keyakinan kelas bersama untuk menciptakan budaya positif dan lingkungan yang nyaman untuk belajar dan dilanjutkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai sosial emosional dalam pembelajaran. Saya juga berusaha menciptakan suasana belajar yang adem. Aman, Damai, dan tEntram dengan Mindfulness melalui teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observed, Proceed). Tak lupa saya mencoba untuk melejitkan potensi siswa melalui teknik coaching dengan model TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, Tanggung jawab). Wahh banyak sekali akronimnya, ya begitulah diklat ini sangat inspiratif.

Inspiratif. Akronim yang digunakan bukan sekedar akronim, tetapi memiliki makna tersendiri. Terkadang banyak kita jumpai di pasaran, akronim-akronim yang nyeleneh bahkan meaningless. Tetapi tidak di diklat ini. Disini semuanya memiliki arti. Semuanya berarti. Materi yang ada pada diklat ini juga menginspirasi saya untuk membuat best practice yang saya ikutsertakan dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh LPMP Bali. Saya mengangkat judul Among, Ngemong, dan Momong dengan Alur Merdeka untuk Menguatkan Profil Pelajar Pancasila. Walaupun belum mendapat juara, tapi lolos ke tahap presentasi saja, saya sudah syukur.

Syukur. Saya sangat bersyukur karena diklat ini menyadarkan saya bahwa banyak pihak yang mendukung saya selama ini. Selain keluarga, ternyata saya mendapat dukungan luar biasa dari siswa, rekan sejawat, atasan, pokoknya seluruh warga SMA Negeri 1 Banjarangkan (Basma). Mereka selalu membantu saya dalam menyelesaikan administrasi ataupun tugas-tugas dalam diklat ini. Saya mempunyai atasan yang siap diganggu 24 jam untuk menandatangi surat tugas ataupun dokumen lainnya, serta mendukung komunitas praktisi yang kami bangun bersama rekan CGP hebat di sekolah saya, Pak KD Dwija Negara yang diberinama Sami sareng (Sarana Pengembangan Diri Sesama Rekan Pengajar). Dukungan rekan sejawat? Tidak usah diragukan lagi. Selalu sedia setiap saat untuk mengisi kuisioner, untuk menjadi rekan praktik coaching, berkontribusi dalam komunitas praktisi  dan masih banyak lagi. Terimakasih sahabat Basma. Terakhir, sebagai core of the core, seluruh siswa SMA N 1 Banjarangkan, terimakasih atas partisipasi aktifnya dalam setiap program yang kami rancang sebagai bentuk aksi nyata dari seluruh materi yang diperoleh. Tanpa mereka, aksi nyata yang dirancang tak akan pernah teraktualisasi, terealisasi. Terimakasih telah membuat semuanya terpampang nyata dan sempurna.

Sempurna. Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna. Perjalanan ini pun tidak selalu mulus. Pernah pada suatu ketika saya harus mempratikkan seluruh materi pada modul 2 (Praktek Pembelajaran yang Berpihak Pada Murid) pada hari yang bersamaan dan waktu yang berurutan, tanpa jeda. Paginya pukul 08.00-09.30 mempraktikkan pembelajaran sosial emosional dan pembelajaran berdiferensiasi di kelas bersama siswa dan diobservasi oleh Ibu Pengajar Praktik saya, Ibu I Gusti Agung Sri Parnayathi. Setelah itu, langsung ngegass mempraktikkan coaching di ruang kolaborasi bersama Bapak Fasilitator saya, Bapak Suby Abinoto dari pukul 09.30-11.00. Coaching sempat macet karena jaringan internet di sekolah yang tidak stabil. Jika diingat lagi kejadian itu, kaki saya lemas karena saking tegangnya dan di saat semuanya terlewati, sayapun merasa terharu.

Terharu. Banyak peristiwa yang membuat saya terharu ketika mengikuti diklat ini. Pernah suatu ketika Pengajar Praktik kami mengikuti Lokakarya secara virtual karena sedang terbaring di rumah sakit. Rasa haru juga menyelimuti saya ketika melihat rekan yang mengikuti diskusi virtual sambil menunggu istri yang sedang dirawat di rumah sakit, ada yang sambil menunggu anaknya yang diisolasi akibat Covid, ada yang sambil menggendong anaknya, adapula yang sambil ngodalin. Hebat bukan? Mereka adalah orang-orang hebat dan tangguh. Maju terus walau badai menghadang.  Saya bangga menjadi keluarga mereka.  Walaupun dalam situasi tersebut mereka tetap berkontribusi aktif (berpendapat) dalam diskusi. Sedangkan saya? Saya hanya bisa menjadi pendengar yang baik dalam ruang diskusi virtual. Microphone  saya on hanya ketika saya dipersilahkan untuk berpendapat. Ini membuat saya malu.

Malu. Ya, saya juga malu ketika Bapak Fasilitator mengingatkan saya secara pribadi (melalui jalur pribadi) untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan hari itu. Terlebih bahasa yang digunakan sangatlah sederhana tetapi nunceb dan langsung jleb. Begini bahasanya “Selamat malam Ibu Rina Lestari. Mohon ijin sekaligus mohon informasi, benarkah Ibu belum mengerjakan refleksi terbimbing? Apakah ada kendala Ibu?” Saya tidak ingat pasti apa kendala saya saat itu, tetapi begitu menerima pesan tersebut saya langsung menyelesaikan tugas yang dimaksud. Setelah tugas diselesaikan, sayapun membalas pesan Bapak Fasilitator dengan penuh semangat.

Semangat. Menjadi calon guru penggerak lumayan membuat saya semangat untuk belajar dan semangat untuk mengimplementasikan materi-materi yang saya dapat di setiap modul. Di luar materi guru penggerak, saya banyak belajar tentang teknologi yang dapat membantu saya menyelesaikan tugas dengan baik. Salah satunya adalah belajar canva, book creator, membuat animasi dengan powtoon dan lain sebagainya. Saya juga banyak belajar menggunakan aplikasi-aplikasi sederhana yang dapat digunakan untuk mengedit video. Saking serunya belajar tentang hal tersebut, saya sampai agak-agak lupa pada materi mata pelajaran yang saya ampu, Fisika. Andai saja dalam diklat ini diintegrasikan konten atau materi mata pelajaran yang diampu, niscaya guru akan memiliki Paedagogical Content Knowledge (PCK) yang kuat.

Kuat. Ketika memutuskan untuk mengikuti seleksi CGP, saya menyadari sepenuhnya, bahwa diklat ini seperti sebuah pertapaan. Saya harus kuat bertahan menghadapi berbagai godaan yang ada. Terkadang teman-teman sudah hangout di akhir pekan, saya harus meluangkan waktu sejenak untuk membuat jurnal refleksi mingguan. Tidak apa, karena tidak ada yang istan di dunia ini. Perlu konsistensi dan persistensi. Hasil sebuah perjuangan, akan selalu indah untuk dikenang. Mari berjuang bersama untuk merajut kenangan yang manis.

Manis dan semua kata yang mengawali setiap paragraf di atas adalah rasa yang pernah ada selama saya mengikuti Diklat CGP ini. Semoga sedikit cerita ini dapat memberikan selayang pandang tentang CGP. Mari bersama pulihkan pendidikan karena kebersamaan itu seperti permulaan, kemudian menjaga kebersamaan merupakan kemajuan dan bekerja bersama merupakan keberhasilan.

 *Coba Bapak Ibu pembaca yang budiman menghitung ada berapa kata “luar biasa” yang muncul pada cerita di atas. Jawabannya bisa dikirim melalui WhatsApp, Telegram, SMS atau telepon di 081805630975. Boleh juga DM di Instagram @rinatrioton. Menjawab di kolom komentar blog https://diarycgp.blogspot.com juga boleh. Atau bagi yang masih suka berkirim kartu pos, jawaban bisa dikirim ke Perumahan Graha Kemoning Asri, Jalan Ratna No. B3, Semarapura, Klungkung. Jawaban yang benar akan mendapat oleh-oleh khas dari kampung halaman saya, Jatiluwih.  Salam dan Bahagia 😊

** Naskah ini ditulis untuk turut berpartisipasi dalam penulisan buku Jejak Sang Penggerak oleh Komunitas CGP Angkatan 3 Kabupaten Klungkung 


                                                                                                                            


Tidak ada komentar:

Posting Komentar